Selasa, 06 Maret 2012

Pelatihan / Training di Manajemen Internasional

Training (pelatihan) adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seorang individu. Pelatihan berkenaan dengan perolehan keahlian-keahlian atau pengetahuan tertentu.
 
Tujuan Pelatihan, yaitu :
  • Memutakhirkan keahlian seorang individu sejalan dengan perubahan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa setiap individu dapat secara efektif menggunakan teknologi-teknologi baru.
  • Mengurangi waktu belajar seorang individu baru untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan.
  • Membantu memecahkan persoalan operasional.
  • Mengorientasikan setiap individu terhadap organisasi.
Manfaat Pelatihan
  • Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas.
  • Mengurangi waktu belajar yang diperlukan setiap individu  untuk mencapai standard-standar kinerja yang dapat diterima.
  • Menciptakan sikap, loyalitas, kerja sama yang lebih menguntungkan.
  • Memenuhi persyaratan-persyaratan perencanaan sumber daya manusia .
  • Mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerja .
  • Membantu setiap individu dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka.
Dampak-dampak dari filosofi manajemen secara menyeluruh pada pelatihan, yaitu
  • Etnosentris MNC adalah sebuah MNC yang menekankan bahwa sikap, gaya manajemen, pengetahuan, dan para manajer dari negara asal lebih superior dibandingkan apa yang di tawarkan oleh negara setempat (negara tuan rumah) dalam hal pengelolaan pekerjaan secara internasional. Contohnya banyak perusahaan di Jepang yang menggunakan pendekatan ini.
  • Polisentris MNC adalah sebuah MNC yang menyakini bahwa hanya para manajer negara setempatlah (negara tuan rumah) yang dapat benar-benar memahami budaya dan perilaku dari pasar pada negaranya. Contohnya perusahaan di Asia Timur, Australia, dan pasar lain yang dianggap terlalu mahal untuk staf yang memiliki ekspatriat.
  • Regiosentris MNC adalah sebuah MNC yang bergantung pada manajer lokal dari sebuah kawasan geografis tertentu untuk menangani operasi di dalam dan sekitar kawasan itu. Contohnya fasilitas produksi yang berada di Perancis akan digunakan untuk memproduksi barang untuk semua negara Uni Eropa.
  • Geosentris MNC adalah sebuah MNC yang berusaha untuk mengintegrasikan perusahaannya dari seluruh dunia yang memiliki perbedaan budaya dan perilaku melalui sebuah pendekatan global untuk pengambilan keputusan. Contohnya perusahaan IBM yang telah mendunia. 
 NB : MNC (Multinational Corporation) atau Perusahaan Multinasional

Types of Training Programs
  • Standard vs tailor-made. Standard training merupakan pelatihan yang biasanya di lakukan pada sebuah perusahaan. Sebagai contoh, peserta sering diajarkan bagaimana untuk penggunaan khusus alat pengambilan keputusan, seperti analisis kuantitatif. Tailor-made training diperuntukkan bagi organisasi yang mempunyai kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan organisasi.
  • Cultural assimilators adalah sebuah teknik pembelajaran terprogram yang dirancang untuk mengungkapkan suatu nilai kebudayaan untuk sebagian konsep dasar, perilaku, persepsi peran, adat istiadat, dan nilai-nilai dari suatu kebudayaan lain.
  • Positive organizational behavior adalah penelitian dan penerapan yang berorientasi positif terhadap kekuatan sumber daya manusia dan kapasitas psikologis yang dapat diukur, dikembangkan, dan efektif untuk peningkatan kinerja di tempat kerja pada saat sekarang ini.

Kompensasi Internasional

Organisasi-organisasi dengan tenaga kerja yang terdapat di berbagai negara menghadapi masalah kompensasi yang berbeda. Keanekaragaman hukum, biaya hidup, pajak, dan faktor-faktor lainnya harus dipertimbangkan dalam membuat dan menghitung nilai kompensasi yang diberikan kepada tenaga kerja asing. Bahkan fluktuasi nilai tukar harus diperhatikan dan disesuaikan. Sebagai tambahan terhadap hal-hal tersebut, kebutuhan untuk mengkompensasi tenaga kerja dengan biaya perumahan, sekolah bagi anak-anak, dan biaya transportasi tahunan untuk kembali ke negara asal bagi tenaga kerja dan keluarga mereka. Ketika semua masalah tersebut dipertimbangkan, maka dapat dilihat bahwa kompensasi bagi ekspatriat sangatlah kompleks. Beberapa pendekatan terhadap masalah kompensasi adalah sebagai berikut :

Pendekatan Neraca
Banyak perusahaan multinasional menggunakan pendekatan neraca dalam menangani masalah kompensasi bagi ekspatriat. Pendekatan neraca memberikan paket kompensasi kepada ekpatriat yang sebanding dengan yang didapat di negara asal. Asumsi-asumsinya adalah sebagai berikut:
  • Mengacu kepada negara asal, Paket kompensasi yang mengacu kepada negara asal dibentuk untuk mempertahankan tenaga kerja mendapatkan kompensasi yang sesuai dengan level mereka seperti yang didapat di negara asal. Manfaat atau tunjangan-tunjangan khusus diberikan agar tenaga kerja tersebut dapat mempunyai tingkat kehidupan yang sama dengan yang dia dapatkan di negara asal.

  • Pembatasan periode penugasan. Biasanya ekspatriat mempunyai masa penugasan sekitar dua sampai tiga tahun. Paket kompensasi dibuat untuk mempertahankan tenaga kerja selama beberapa waktu sampai mereka dapat diintegrasikan kembali ke dalam paket kompensasi negara asal. Jadi paket kompensasi sementara bagi penugasan internasional harus dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan tenaga kerja untuk kembali kepada paket kompensasi negara asal.


Pendekatan Pasar Global

Berbeda dengan pendekatan neraca, pendekatan pasar global mengasumsikan bahwa penugasan internasional harus dilihat sebagai suatu yang berlangsung secara terus menerus, tidak hanya sementara, walaupun penugasan tersebut dapat membawa tenaga kerja kepada negara yang berbeda untuk waktu yang berbeda pula. Pendekatan ini lebih lengkap dari segi komponen kompensasi utama (seperti asuransi dan biaya pindah) harus ditetapkan tidak tergantung dari negara di mana tenaga kerja tersebut ditugaskan. Akan tetapi, mematok tingkat gaji yang sesuai, dengan mempertimbangkan nilai tukar negara tempat pekerja ditugaskan, negara asal, dan/atau kantor pusat, menjadi lebih kompleks. Lebih lanjut, kemampuan untuk menerima kontribusi kompensasi yang tidak sama berdasarkan kinerja tenaga kerja tidak sama antara satu negara dengan negara lainnya. Sehingga, kompensasi global perlu lebih fleksibel, lebih detil, dan lebih administratif. Beberapa faktor yang mempengaruhi kompensasi eksekutif termasuk “perbedaan budaya” dari kantor pusat dan seberapa besar tanggung jawab dan otonomi yang ditanggung oleh kantor cabang.



Tujuan kompensasi
Menurut Hasibuan (2009, p.121), tujuan kompensasi adalah sebagai ikatan kerja sama, pengadaan efektif, stabilitas karyawan, disiplin, dan pengaruh pemerintah. Adapun penjelasan tujuan kompensasi sebagai berikut :

  •  Ikatan kerja sama, Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara atasan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik.
  • Pengadaan efektif, Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.

  • Stabilitas karyawan, Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak, serta eksternal konsistensinya yang kompetitif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turnovernya relative kecil.

  • Disiplin, Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik.

  • Pengaruh pemerintah, Jika program kompensasi sesuai undang-undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan.

Asas Kompensasi
Menurut Hasibuan (2009, p.122) asas kompensasi harus ditetapkan atas asas adil dan layak serta dengan memperhatikan undang2 perburuhan yang berlaku.

  • Asas adil, Setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan, dan memenuhi persyaratan internal konsistensi. Asas adil akan tercipta suasana kerja yang baik, semangat kerja, disiplin, loyalitas dan stabilitas karyawan akan lebih baik.

  • Asas layak dan wajar, Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layak adalah relative, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal dan eksternal konsistensi yang berlaku.
 
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi
Menurut Hasibuan (2009, p.128), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi adalah : 

  • Pemerintah dengan undang-undang dan keppres , Menetapkan besarnya batas upah/balas jada minimum, agar pengusaha tidak sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan. Pemerintah berkewajiban melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang.

  • Biaya hidup (living cost), Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi, maka tingkat kompensasi/upah semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah, maka kompensasi/upah relative kecil. Seperti, tingkat upah di Jakarta lebih besar daripada di Bandung, karena tingkat biaya hidup di Jakarta lebih besar daripada di Bandung.

  • Posisi jabatan karyawan, Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima kompensasi/gaji lebih besar. Hal ini wajar karena seseorang yang mendapat kewenangan dan tanggung jawab yang besar, harus mendapat kompensasi/gaji lebih besar pula.

  • Pendidikan dan Pengalaman kerja, Apabila pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama, maka kompensasi/balas jasanya akan semakin besar. Karena kecakapan serta keterampilannya lebih baik.

  • Kondisi perekonomian nasional, Apabila kondisi perekonomian nasional sedang maju, maka tingkat kompensasi/upah akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi full employment. Sebaliknya jika perekonomian kurang maju, maka tingkat upah rendah, karena terdapet banyak pengangguran (disqueshed unemployment).
Di dalam menetapkan kompensasi, yang harus diperhatikan adalah prinsip keadilan, artinya kompensasi harus sesuai dengan prestasi yang dicapai pegawai. Keadilan dalam kompensasi inilah yang harus diperhitungkan perusahaan dalam menentukan pengupahan.

Tantangan yang dihadapi dalam menetapkan kompensasi
Metode penetapan gaji yang serasional apapun akan menghadapi pula tantangan2. Menurut Justine T. Sirait (2006, p.190), tantangan2 itu adalah :
  • Standar gaji yang memang berlaku umum
  • Kekuatan serikat buruh
  • Produktivitas
  • Kebijaksanaan gaji dan upah
  • Pembatasan dari pemerintah
  • Nilai yang sebanding dengan pembayaran yang sama
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas apa yang telah dilakukan untuk perusahaan tidak saja cukup untuk menghasilkan ataupun mengembangkan kualitas mutu dari sumber daya manusia tersebut. Beberapa indikator mutu seorang karyawan adalah derajat pendidikan, pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi. Semakin tinggi derajat mutu SDM karyawan, maka semakin tinggi pula produktivitas kerjanya.

Elemen Dasar Paket Kompensasi

  • Base salary (gaji pokok) adalah imbalan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawan, yang penerimaannya bersifat rutin dan tetap setiap bulan walaupun tidak masuk kerja maka gaji akan tetap diterima secara penuh.

  • Allowances (tunjangan) adalah tambahan benefit yang ditawarkan perusahan pada pekerjanya. Ada 2 macam tunjangan, yaitu :
- Tunjangan tetap adalah tunjangan yang diberikan secara rutin per bulan yang besarannya relatif tetap, contoh: tunjangan jabatan, tunjangan keluarga, tunjangan keahlian/profesi.
- Tunjangan tidak tetap adalah tunjangan yang penghitungannya berdasarkan kehadiran atau performa kerja, seperti tunjangan transportasi, tunjangan makan, insentif, biaya operasional

  • Incentives (insentif) adalah penghasilan tambahan yang akan diberikan kepada para karyawan yang dapat memberikan prestasi sesuai dengan yang telah ditetapkan.

  • Taxes. Banyak rencana kompensasi internasional berusaha untuk melindungsi ekspatriat dari konsekuensi pajak yang merugikan dengan menggunakan “tax equalization plan”. Dengan program ini perusahaan menyesuaikan gaji pokok tenaga kerja dnegan jumlah pajak yang diperkirakan akan dibayar pada tahun berikutnya. Sehingga, tenaga kerja hanya membayar pajak di negara asing saja. Tujuan dari program ini adalah untuk menjamin agar tenaga kerja tidak membayar pajak secara lebih atau kurang dibandingkan jika mereka harus tetap tinggal di Amerika Serikat.

  • Benefit

Menyesuaikan Paket Kompensasi
  • Balance-sheet approach (pendekatan necara) adalah sebuah pendekatan paket kompensasi yang menyamakan perbedaan biaya antara penugasan internasional dan penugasan di negara asal.
  • Localization adalah sebuah pendekatan untuk mengembangkan sebuah paket kompensasi ekspatriat yang melibatkan para ekspatriat untuk membayar gaji sebanding dengan warga lokal.
  • Lump-sum method adalah sebuah pendekatan untuk mengembangkan sebuah paket kompensasi ekspatriat yang melibatkan para ekspatriat dengan memberikan sejumlah uang yang telah ditetapkan dan membiarkan individu tersebut membuat keputusan sendiri tentang bagaimana menghabiskannya.
  • Cafeteria approach adalah sebuah pendekatan untuk mengembangkan sebuah paket kompensasi ekspatriat yang memerlukan individu memberikan serangkaian pilihan dan membiarkan orang tersebut memutuskan bagaimana untuk menghabiskan dana yang tersedia.
  • Regional systems adalah sebuah pendekatan untuk mengembangkan sebuah paket kompensasi ekspatriat yang melibatkan pengaturan sistem kompensasi untuk semua ekspatriat yang ditugaskan ke wilayah tertentu dan membayar setiap orang sesuai dengan sistem itu.

Penyesuaian Antisipatif dan Penyesuaian Dalam Negeri

Penyesuaian antisipatif adalah menyiapkan dan mengirimkan karyawan-karyawan global untuk melaksanakan tugas di luar negeri. 

Faktor penting dalam penyesuaian antisipatif adalah :

Orientasi dan pelatihan sebelum keberangkatan, yang diterima oleh para ekspatriat beserta keluarga-keluarga mereka sebelum keberangkatan tentunya akan mempengaruhi keberhasilan tugas luar negeri secara signifikan. Ketika diberikan, sebagaian besar ekspatriat berpartisipasi dalam pelatihan ini, yang pada umumnya menghasilkan efek yang positif atas penyesuaian lintas budaya.
Topik-topik yang paling umum dicakup dalam pelatihan sebelum keberangkatan adalah :
  • ·         Kondisi kehidupan sehari-hari
  • ·         Adat kebudayaan
  • ·         Persoalan bisnis
  • ·         Sejarah negara
  • ·         Keadaan geografis
  • ·         Sistem transportasi dan telekomunikasi

Pelatihan Kompetensi Antarkebudayaan Jumlah pemberi kerja global yang terus bertambah menyediakan pelatihan kompetensi antarkebudayaan bagi karyawan global mereka. Kompetensi antarkebudayaan menggabungkan sejajaran luas keterampilan sosial dan karakteristik kepribadian manusia. Terdapat 3 (tiga) komponen dari kompetensi antarkebudayaan perlu di perhatikan ketika melatih ekspatriat-ekspatriat untuk menghadapai tugas-tugas global :

  • Kognitif : Apa yang diketahui orang tesrbut tentang kebudayaan lain?
  • Emosional : Bagaimana orang tersebut memandang kebudayaan lain dan seberapa besar kepekaan yang ada terhadap adat istiadat dan persoalan budaya?
  • Perilaku : Bagaimana orang tersebut bertindak dalam situasi antarkebudayaan?

Komponen
Pelatihan yang Mungkin
Kognitif

·      Pelatihan kebudayaan yang spesifik (tradisi, sejarah, kebudayaan, adat istiadat, dll)
·      Kursus bahasa
Emosional




·      Kekhawatiran : pelatihan keterampilan sosial yang fokus pada situasi yang baru/tidak jelas dan situasi antarkebudayaan
·      Prasangka : pelatihan mungkin bisa memberikan klarifikasi
·      Kepekaan : kursus keterampilan komunikasi (mendengarkan secara aktif, isyarat verbal/nonverbal, empati)
Perilaku
·      Asimilator kebudayaan
·      Proyek-proyek internasional
·      Pelatihan keterampilan sosial yang fokus pada situasi antarkebudayaan

Dukungan dan Pengembangan Ekspatriat, untuk membuat karyawan global melaksanakan tugas baru mereka membutuhkan perencanaan usaha-usaha relokasi, termasuk memindahkan barang-barang pribadi mereka, menjual rumah mereka saat ini, mendapatkan perumahan baru, dan aktivitas-aktivitas lainnya. Setelah karyawan global tiba di negara tuan rumah, mereka membutuhkan bantuan untuk “menetap”. Persiapannya harus melibatkan sesorang untuk menemui dan membantu mereka. Hal-hal yang mendasar seperti mendapatkan perumahan, membuka rekening bank, dan membangun hubungan penyedia keperluan medis harus menjadi bagian dari relokasi internasional.Tetapi perbedaan kebudayaan, bahasa, dan hukum dapat mempersulit aktivitas-aktivitas tersebut di negara asing. Semakin cepat para ekspatriat dan keluarga mereka dapat membangun sebuah kehidupan yang “normal”, semakin baik penyesuaian tersebut, dan semkin sedikit kemungkinan ekspatriat itu akan mengalami kegagalan.

Komunikasi dan Dukungan Karyawan yang Berkelanjutan Dukungan dari kantor pusat yang berkelanjutan dapat membantu mengurangi pemberangkatan tugas ke luar negeri yang terlalu dini. Salah satu pencegahan yang terbaik untuk menerima penugasan luar negeri berasal dari persoalan para karyawan di mana mereka akan “jauh di mata, jauh di hati.” Apabila mereka tidak memiliki hubungan langsung dan tetap dengan orang lain di kantor pusat perusahaan, para ekspatriat dapat merasa tersaing dan tidak terlibat dalam aktivitas perusahaan yang penting. Pertumbuhan internet dan intranet perusahaan membantu meringankan beberapa persoalan komunikasi. Hubungan pribadi lewat percakapan telepon juga penting, tetapi mungkin sulit dilakukan karena perbedaan-perbedaan zona waktu dan kualitas layanan telekomunikasi di beberpa negara yang kurang berkembang. Contoh, perbedaan waktu selama 15 jam antar kantor pusat di AS dan kantor operasional di Malaysia dan Indonesia menjadikan perencanaan konferensi melalui telepon merupakan sebuah tantangan.

Perkembangan Karier yang Berkelanjutan banyak ekspatriat mengkhawatirkan kemajuan karier lanjutan mereka. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman internasional para ekspatriat harus memberikan manfaat untuk pemberi kerja dan untuk karier ekspatriat tersebut. Terkadang, perusahaan-perusahaan menyampaikan persoalan ini dengan mengundang para ekspatriat untuk menjalani program-program pengembangan dan melalui interaksi tetap dengan para manajer dan profesional perusahaan lain. Pendekatan lain yang bermanfaat adalah membentuk sebuah sistem penasihat yang memasangkan seorang ekspatriat dengan seorang eksekutif peusahaan di kantor pusat. Eksekutif ini sering berbicara dengan ekspatriat tersebut, memastikan bahwa nama ekspatriat tersebut diajukan pada saat promosi dan diskusi perkembangan di kantor pusat, dan menyelesaikan masalah apa pun yang berbasis di kantor pusat yang dialami oleh ekspatriat tersebut.

Penyesuaian dalam negeri adalah perencanaan, pelatihan, dan penugasan ulang karyawan global negara asal mereka.
Faktor penting dalam penyesuaian antisipatif adalah : 

  • ·         Di organisasi asal, karyawan repatriasi harus menyesuaikan diri dengan hubungan kerja dan pemberitaan yang lebih akrab dengan karyawan perusahaan lain. Sering kali, ekspatriat-ekspatriat memiliki tingkat fleksibilitas, otonomi, dan pembuatan keputusan yang bebas yang lebih tinggi.
  • ·         Selain itu, persoalan utama yang lain fokus pada status organisasional para ekspatriat yang akan kembali. Banyak ekspatriat mempunyai kekhawatiran mengenai pekerjaan apa yang akan mereka miliki, apakah pengalaman internasional mereka akan dihargai, dan bagaimana mereka akan diterima kembali kke organisasi tersebut. Sayangnya, survei-survei menunjukkan bahwa hampir separuh ekspatriat meresa bahwa para pemberi kerja mereka melakukan repatriasi yang buruk. Untuk menjawab persoalan-persoalan ini, beberapa perusahaan memberikan perencanaan karier, program-program nasihat yang telah disebutkan sebelumnya, dan bahkan jaminan-jaminan pekerjaan setelah penyelesaian tugas di luar negeri.

Seleksi Sumber Daya Manusia Lintas Budaya

Keefektifan setiap organisasi sangat tergantung pada seberapa baik sumber daya manusianya dimanfaatkan. Kegunaan efektif mereka tergantung pada berbagai kebijakan dan praktik manajemen. Manajemen SDM perusahaan adalah tanggung jawab bersama. Pengawasan sehari-hari terhadap orang-orang yang sedang bekerja adalah tugas manajer operasi, yang harus menyatupadukan sumber-sumber daya manusia, keuangan dan fisik ke dalam sistem produksi yang efisien. Bagaimanapun perumusan kebijaksanaan dan prosedur untuk :

·         Estimasi kebutuhan tenaga kerja
·         Rekrutmen dan seleksi,
·         Pelatihan dan pengembangan,
·         Motivasi
·         Kompensasi
·         Disiplin

·         Pemberhentian pekerja biasanya merupakan tanggung jawab para manajer personalia yang bekerja di dalam perusahaan dengan para eksektutif dari pemasaran, produksi, dan keuangan serta para ahli hukum perusahaan.

Sumber-sumber Manajer
·         Mendapatkan orang-orang yang tepat untuk mengatur sebuah organisasi dapat menjadi sulit dalam setiap keadaan, tetapi lebih sulit lagi mencari manajer-manajer yang baik untuk operasi di luar negeri. Posisi seperti itu membutuhkan keahlian yang lebih banyak dan bervariasi daripada pekerjaan-pekerjaan eksekutif domestik yang murni. Orang yang tepat itu haruslah bikultural, dengan pengetahuan praktik-praktik bisnis di negara asal (home country) ditambah pemahaman praktik bisnis dan kebiasaan (adat istiadat) di negara tuan rumah. Dan untuk benar-benar memahami kebiasaan suatu kebudayaan, kebudayaan apa saja, adalah penting untuk berbicara dalam bahasa orang-orang di negara tersebut.

·         Sumber-sumber manajer adalah dari 3 (tiga) sumber sebagai berikut:
  • Warga Negara dari Negara Asal (Home-Country Nationals) disebut juga ekspatriat adalah seorang karyawan, yang bekerja dalam sebuah operasi, yang bukan merupakan warga yang berasal dari negara di mana operasi tersebut ditempatkan, tetapi karyawan tersebut merupakan seorang warga negara yang berasal dari negara di mana kantor pusat organisasi bertempat. Contoh perusahaan milik Jepang yang memiliki operasi di Amerika Serikat mengalihkan manajer asal Jepang di seluruh AS guna memperluas pengetahuan akan kebiasan bisnis AS di perusahaan Jepang
  • Warga Negara dari Negara tuan rumah (Host-Country Nationals) adalah seorang karyawan yang bekerja untuk sebuah perusahaan dalam sebuah operasi yang merupakan seorang warga dari negara di mana operasi tersebut ditempatkan, tetapi kantor pusat berada di negara lain. Contoh perusahaan milik Jepang yang memiliki operasi di Amerika Serikat juga merekut seorang manajer dari AS.
  • Warga Negara dari Negara ketiga (Third-country Nationals) adalah seorang warga dari suatu negara, yang bekerja di negara kedua, dan dipekerjakan oleh sebuah organisasi yang berkantor pusat di negara ketiga. Contoh seorang warga AS yang bekerja untuk sebuah perusahaan minyak Inggris sebagai seorang manajer di Norwegia merupakan seorang warga negara dari negara ketiga.

  • Inpatriates adalah orang dari negara tuan rumah atau dari negara ketiga yang ditugaskan untuk bekerja di negara asal.
  • Offshoring/Subkontrak dan Outsourcing. Offshoring adalah proses di mana perusahaan memindahkan sebagian proses usahanya ke luar negeri, tetapi tetap memegang kendalinya. Outsourcing adalah upaya mendapatkan sumber daya dari pemasok luar untuk jasa dan produk yang umumnya merupakan bagian dari suatu organisasi.

Selection Criteria for International Assignments
Penyeleksian untuk Tugas Global
·         Proses seleksi untuk sebuah tugas internasional harus memberikan sebuah gambaran yang realistis akan kehidupan, pekerjaan, dan kebudayaan ke mana karyawan tersebut mungkin dikirimkan. Kompetensi utama yang paling sering disebut-sebut atas karyawan global yang berhasil, yakni:

  • Penyesuaian Kebudayaan. Hal yang sangat penting untuk keberhasilan global bagi seseorang adalah cara mereka menyesuaikan diri dengan perbedaan kebudayaan dalam tugas luar negeri mereka. Pengalaman global yang sebelumnya, bahkan perjalanan liburan luar negeri, dapat dievaluasi sebagai bagian dari proses seleksi untuk memperoleh wawasan tentang bagaimana seorang tersebut dapat menyesuaikan diri dengan hal-hal yang berhubungan dengan kebudayaan. Kesadaran akan persoalan dan perbedaan kebudayaan, serta penerimaan tuntutan dan kebiasaan kebudayaan yang bermacam-macam merupakan bidang-bidang yang perlu di evaluasi. Sepanjang proses seleksi, terutama dalam wawancara seleksi, sangat penting untuk menilai kemampuan karyawan yang potensial untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan adat, kebiasaan manajemen, hukum, nilai-nilai agama, dan kondisi infrastruktur yang berbeda.
  • Persyaratan Organisasional. Banyak karyawan global menemukan bahwa pengetahuan tentang organisasi dan bagaimana organisasi beroperasi sama pentingnya dengan faktor-faktor penyesuaian kebudayaan dalam menentukan keberhasilan tugas global. Berinteraksi dengan manajer-manajer di negara tuan rumah, mewakili perusahaan di lokasi asing, dan mengatur karyawan-karyawan asing membutuhkan pemahaman tentang produk, layanan, “politik”, dan kebijakan organisasional perusahaan. Seperti halnya dengan pekerjaan apa pun, seseorang harus memiliki kemampuan teknis yang dibutuhkan dan memenuhi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang berhubungan dengan pekerjaan supaya berhasil. Akan tetapi, hanya dengan memenuhi persyaratan-persyaratan organisasional mungkin tidaklah cukup untuk menjamin keberhasilan tugas global. Alasannya, proses seleksi bagi sesorang yang berasal dari dalam perusahaan juga harus menilai faktor-faktor lain seperti pengetahuan organisasional, kemampuan teknis, dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan. Bagi kandidat-kanditat yang berasal dari luar organisasi, pengetahuan industry bisa sangat berguna, tetapi peninjauan organisasi yang realistis juga pneting untuk menentukan orang yang cocok untuk organisasi.
  • Karakteristik Pribadi. Pengalaman dari banyak perusahaan menunjukkan bahwa karyawan-karyawan terbaik di negara sendiri mungkin bukan merupakan karyawan-karyawan terbaik dalam penugasan global, terutama karena karakteristik-karakteristik pribadi dari masing-masing individu. Beberapa karakteristik pribadi yang diidentifikasikan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan karyawan-karyawan global. Tekanan hidup dan bekerja di luar negeri menuntut orang-orang bisa menampilkan stabilitas emosional, fleksibel, menoleransi ambiguitas dengan baik, menganggap penyesuaian diri terhadap kebudayaan yang berbeda sebagai tantangan, dan menikmati risiko-risiko yang berkenaan dengan tantangan-tantangan tersebut. Selain itu, tuntutan-tuntutan fisik karena perjalanan, jet lag, perubahan zona waktu, jam kerja yang panjang, serta pertemuan dan makan malam bisnis yang sering terjadi memberikan tekanan yang signifikan kepada karyawan global. Selama proses seleksi, banyak karyawan global menggunakan tes kepribadian dan cara penilaian yang lain guna menilai pantas tidaknya para kandidat untuk penugasan global. Pentingnya penilaian karakteristik-karakteristik kepribadian ditekankan oleh sebuah studi yang menemukan bahwa ekstraversi, ketersediaan untuk menerima, dan stabilitas emosional meningkatkan keinginan para ekspatriat untuk menyelesaikan tugas-tugas global mereka.
  • NB : ekstraversi adalah sikap atau tipe kepribadian seseorang yang minatnya lebih mengarah ke alam luar dan fenomena sosial daripada terhadap dirinya dan pengalamannya sendiri.
  • Keterampilan Komunikasi.  Salah satu keterampilan paling dasar yang diperlukan oleh karyawan ekspatriat adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis dalam bahasa negara tuan rumah. Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan baik dalam bahasa tersebut dapat menghambat keberhasilan seseorang ekspatriat.
  • Faktor Pribadi/keluarga. Pilihan dan sikap suami atau istri dan anggota keluarga yang lain juga menghadirkan pertimbangan-pertimbangan yang serius perihal penempatan staf. Karena faktor pribadi/keluarga memainkan peran yang sangat penting dalam keberhasilan karyawan global, proses seleksi biasanya meliputi wawancara dengan suami atau istri, pasangan, dan bahkan anak-anak dari para kandidat. Apabila perlawanan atau tentangan yang signifikan terhadap penerimaan relokasi global dan penyesuaian diri dengan kebudayaan yang berbeda akan menciptakan konflik keluarga, proses seleksi global harus menyebutkan persoalan-persoalan ini. Apabila kegelisahan dan persoalan diabaikan, akan ada kemungkinan yang lebih besar bahwa karyawan global tersebut tidak akan menyelesaikan tugas tersebut atau tidak akan berhasil seperti yang diharapkan

 
International Human Resources Selection Procedures
·         Testing and interviewing procedures

Dalam prosedur seleksi karyawan, berbagai macam metode dan alat seleksi yang dapat dipergunakan untuk menemukan individu yang paling sesuai dengan pekerjaan, berikut tahapan-tahapan yang umum digunakan dalam proses seleksi:

  • Penyaringan pendahuluan. Penyaringan pendahuluan ditujukan untuk mengurangi pelamar yang jelas-jelas tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Hal ini akan mengurangi waktu dan biaya seleksi yang dikeluarkan. Sebagai contoh, seluruh pelamar diberi wawancara penyaringan selama 10 menit untuk menentukan apakah mereka memiliki pendidikan, pelatihan, minat, dan pengalaman yang diperlukan untuk jabatan yang bersangkutan. Pewawancara dapat juga memberikan informasi kepada pelamar tentang sifat dasar dan persyaratan minimal dari jabatan yang sedang ditawarkan (lowongan).
  • Jika tuntutan dari organisasi nampak sesuai dengan kualifikasi dan minat pelamar dalam penyaringan awal tersebut maka pelamar diminta untuk melengkapi formulir lamarannya dan selanjutnya mengikuti proses seleksi tahap berikutnya. Adakalanya seorang pelamar tidak berkualifikasi untuk jabatan tertentu, tetapi berjualifikasi untuk yang lainnya. Jika individu yang sedang menjalankan proses penyaringan tersebut diberi informasi seluruh kebutuhan sumber daya manusia organisasi maka akan dapat menyesuaikan dengan jabatan yang cocok untuk kualifikasi mereka.
  • Pemeriksaan formulir lamaran. Disamping wawancara, blanko lamaran adalah yang paling umum digunakan sebagi alat selksi. Formulir lamaran pada umumnya, untuk mengumpulkan informasi tentang pendidikan, pengalaman, dan karakteristik personal pelamar. Formulir berbeda dapat digunakan untuk jenis jabatan yang berbeda pula. Butir-butir pertanyaan dalam formulir lamaran tidak boleh memperlihatkan informasi-informasi yang bersifat rasial, seperti suku, bangsa, agama, pribumi dan nonpribumi, dsb.
  • Melaksanakan testing. Tes untuk pelamar, biasanya diselenggarakn setelah wawancara pendahuluan dilaksanakan dan blanko lamaran telah diperiksa. Tes dikembangkan dalam usaha untuk menemukan cara pengukuran kualifikasi pelamar yang lebih objektif. Suatu pengembangan dan pengadministrasian program testing yang memadai, dapat memberikan cara penilaian pelamar pekerja yang lebih objektif dan meningkatkan akurasi proses seleksi.
  • Melaksanakan wawancara penyeleksian. Wawancara penyeleksian para pelamar pekerjaan dilakukan untuk mendaptkan informasi tambahan dan mengklarifikasi informasi yang dikumpulkan sepanjang proses penyeleksian. 

Biasanya wawancara diadakan pada 2 (dua) tingkat yaitu :
  • Pertama, di departemen SDM sebagai wawancara awal, wawancara ini dimaksudkan untuk mengetahui secara sekilas tantang penampilan (appearance), motif bekerja dan latar belakang kehidupan pelamar. Bagi yang dinyatakan kurang memenuhi syarat dinyatakan gugur.
  • Kedua, sebagai wawancara yang menyeluruh yang sering melibatkan anggota-anggota staf SDM serta para supervisor dan manajer operasi di departemen di mana calon karyawan tersebut akan di tempatkan, wawancara ini merupakan usaha untuk menggali berbagai informasi yang dianggap penting tentang pelamar

Pemimpin yang Efektif

Pedoman dasar untuk menjadi pemimpin yang efektif yaitu :

  • Keluwesan. Pemimpin yang luwes memiliki potensi menjadi efektif dalam sejumlah situasi. Kemampuan setiap pemimpin untuk mengubah gayanya pada situasi yang berbeda, akan berbeda-beda. Dengan kata lain, efektivitas pemimpin tergantung pada bagaimana gaya kepemimpinan mereka saling berkaitan dengan keadaan atau situasi. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu menyesuaikan gaya mereka dengan kebutuhan situasi. Namun dalam situasi arus kerja yang rutin, terstruktur dan mantap, keluwesan kepemimpinan menjadi tidak begitu penting.
  • Berorientasi pada pencapaian. Pemimpin dituntut untuk mampu menetapkan sasaran menantang dan menunjukkan kepercayaan diri bahwa mereka dapat mempercayainya. Dalam hal ini pemimpin adalah seseorang yang menjadi kunci dalam menimbulkan motivasi, kepuasan dan kinerja bawahan yang lebih baik. Mampu mempengaruhi jalur antara perilaku bawahan dan sasaran. Pada batas tertentu, pemimpin adalah seorang pelatih yang merencanakan jalur realistik bagi tim. Bawahan yang mengerjakan tugas pekerjaan tak rutin dan bekerja untuk pemimpin yang berorientasi pada pencapaian merasa lebih yakin bahwa upaya mereka akan menyebabkan kinerja yang lebih baik.
  •   Partisipasi. Dalam hal ini pemimpin bertindak untuk meminta, menerima dan menggunakan saran bawahan untuk membuat keputusan. Partisipasi lebih menekankan pada upaya meningkatkan peluang bagi kepuasan pribadi bawahan. Membantu upaya bawahan untuk mencapai sasaran, menolong mengurangi rintangan yang mengecewakan dalam upaya mencapai sasaran dan memberi penghargaan atas pencapaian sasaran.
  • Transformasional. Dalam hal ini pemimpin dituntut untuk mampu mendorong semangat, menggunakan nilai-nilai, kepercayaan dan kebutuhan bawahan untuk menyelesaikan tugas. Dan mampu melakukan dalam situasional yang sangat cepat berubah atau situasi yang penuh krisis. Dengan kata lain mampu menampilkan atau menciptakan kepemimpinan yang kharismatik, penuh inspirasi, stimulasi intelektual dan perasaan bahwa setiap bawahan diperhitungkan.

·         Beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi efektivitas kepemimpinan yaitu :
  • Persepsi yang tepat. Persepsi memainkan peran dalam mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Para manajer yang memiliki persepsi yang keliru terhadap pegawainya mungkin kehilangan peluang untuk mencapai hasil optimal. Oleh karenanya ketepatan persepsi manajerial sangat penting, dan hal itu begitu penting pada setiap model situasional.
  • Tingkat kematangan. Pemimpin dituntut untuk berkemampuan dan berkemauan mengambil tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku mereka sendiri dengan memperhatikan tingkat kematangan dalam pengetahuan, keahlian dan pengalaman untuk melaksanakan pekerjaan tanpa pengawasan ketat dan juga kemauan untuk melaksanakan pekerjaan itu. Bagaimana pun, bawahan harus diberi perhatian serius ketika membuat pertimbangan tentang gaya kepemimpinan yang dapat mencapai hasil yang diinginkan.
  • Penilaian yang tepat terhadap tugas. Para pemimpin harus mampu menilai dengan tepat tugas yang dilaksanakan oleh bawahan. Dalam situasi tugas yang tidak terstruktur, kepemimpinan otokratik mungkin sangat tidak sesuai. Para bawahan memerlukan garis petunjuk, bebas bertindak, dan sumber daya untuk menyelesaikan tugas itu. Pemimpin harus dapat dengan tepat menentukan kekurangan tugas bawahan sehingga pilihan gaya kepemimpinan yang layak harus dilakukan. Karena tuntutan ini, seorang pemimpin harus memiliki beberapa pengetahuan teknik tentang pekerjaan itu dan syarat-syaratnya.
  • Latar belakang dan pengalaman. Di sini ditegaskan bahwa latar belakang dan pengalaman pemimpin mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan. Seseorang yang telah memperoleh keberhasilan karena berorientasi kepada hubungan mungkin akan meneruskan penggunaan gaya ini. Demikian juga, seorang pemimpin yang tidak percaya kepada para bawahannya dan telah menyusun tugas bertahun-tahun akan menggunakan gaya otokratik.
  • Harapan dan gaya pemimpin. Pemimpin senang dengan dan lebih menyukai suatu gaya kepemimpinan tertentu. Seorang pemimpin yang memilih pendekatan yang berorientasi pada pekerjaan, otokratik, mendorong keberanian bawahan mengambil pendekatan yang sama. Peniruan model pemimpin merupakan kekuatan untuk membentuk gaya kepemimpinan. Karena pemimpin memiliki berbagai landasan kekuasaan, maka harapan mereka adalah penting.
  • Hubungan seprofesi. Pemimpin membentuk hubungan dengan pemimpin yang lain. Hubungan seprofesi ini digunakan untuk tukar menukar pandangan, gagasan, pengalaman, dan saran-saran. Teman seprofesi seorang pemimpin dapat memberikan dukungan dan dorongan semangat bagi berbagai perilaku kepemimpinan, sehingga mempengaruhi pemimpin itu pada waktu yang akan datang. Teman-teman seprofesi merupakan sumber penting tentang perbandingan dan informasi dalam membuat pilihan dan perubahan gaya kepemimpinan.

·         Karakteristik Pemimpin :
  • Diakui sebagai anggota kelompok.
  • Memiliki hubungan interpersonal yang kuat.
  • Beradaptasi dengan struktur hubungan yang sudah ada.
  • Memahami ke arah mana struktur akan berubah.
  • Sadar bahwa makin kuat kepemimpinan maka makin tidak bebas si pemimpin itu sendiri.

Kepemimpinan Lintas Budaya

Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu.

Manajer vs Pemimpin
·         Perbedaan antara manajer dan pemimpin dipaparkan oleh Warren Bennis sebagai berikut :
  •  Manajer mengelola; pemimpin menginovasi.
  • Manajer adalah tiruan; pemimpin adalah orisinal.
  • Manajer mempertahankan; pemimpin mengembangkan.
  • Manajer berfokus pada sistem dan struktur; pemimpin berfokus pada orang.
  • Manajer bergantung pada pengawasan; pemimpin membangkitkan kepercayaan.
  • Manajer melihat jangka pendek; pemimpin melihat perspektif jangka panjang.
  • Manajer bertanya kapan dan bagiamana; pemimpin bertanya apa dan mengapa.
  • Manajer melihat hasil pokok; pemimpin menatap masa depan.
  • Manajer meniru; pemimpin melahirkan.
  • Manajer menerima status quo; pemimpin menentangnya.
  • Manajer adalah prajurit yang baik; pemimpin adalah dirinya sendiri.
  • Manajer melakukan hal-hal dengan benar; pemimpin melakukan hal-hal yang benar.

·         Apakah manajer yang baik selalu menjadi pimpinan yang baik? Belum tentu. Fenomena di atas telah menunjukkan bahwa bisa jadi seseorang bisa menjadi manajer yang baik dimata atasan karena target-target pekerjaan bisa tercapai, karena laporan bisa dikirimkan tepat waktu dan masalah-masalah bisa di selesaikan dengan baik. Tetapi bisa jadi dia bukan pemimpin yang baik karena mencapaian hasil tersebut dilakukan dengan kepemimpinan yang otoriter, tidak memahami dan mengerti kondisi bawahan, memandang bawahan sebagai alat untuk bekerja bukan sebagai manusia. Sehingga memberikan kesan buruk dimata bawahan dan bahkan berharap pimpinannya segera dipindahkan.

·         Jadi manajer dan pemimpin yang baik adalah yang mempunyai nilai yang baik dimata atasan maupun bawahannya. Manajer yang juga pemimpin adalah yang tidak memandang manusia sebagai alat untuk bekerja tetapi sebagai sebuah potensi yang perlu digali dan dikembangkan agar lebih bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan perusahaan. Manajer yang juga pemimpin adalah yang mengangkat dan mengakui sisi-sisi kemanusiaan di tempat kerja. Manajer yang juga pemimpin adalah yang tidak hanya terfokus pada target semata tetapi bagaimana menumbuhkan kesadaran semua pihak untuk mencapainya. 

Philosophical background
Teori X
·         Pada tahun 1960, Douglas McGregor mengidentifikasi dua sudut pandang tentang manajemen, yang dianut dalam tingkatan yang bervariasi oleh sebagian besar manajer. Dua sudut pandang itu disebut Teori X dan Teori Y.
·         Teori X memandang manusia sebagai pemalas, yang lebih suka diberi arahan secara detail tentang apa yang harus dilakukan, menghindari tanggung jawab, memiliki sedikit ambisi, Dan di atas semuanya, manusia menginginkan rasa aman (security).

·         Manajer media yang memandang stafnya seperti itu akan percaya, agar pekerjaan bisa tuntas, karyawan harus dikontrol, dipaksa, diancam dengan disiplin, dan dihukum.
·         Teori X ini berakar pada pendekatan “scientific management,” yang dikembangkan oleh Frederick Taylor. Menurut Taylor (1947), sebagian besar orang menganggap kerja pada dasarnya tidak menyenangkan. Oleh karena itu, uang yang akan mereka peroleh adalah motivasi utama karyawan mau menghabiskan waktu berjam-jam untuk kerja.
·         Asumsi-asumsi teori X :
  • Orang tidak suka bekerja dan mencoba menghindarinya.
  • Orang tidak suka bekerja, sehingga manajer harus mengontrol, mengarahkan, memaksa, dan mengancam karyawan agar mereka bekerja ke arah tujuan-tujuan organisasi.
  • Orang lebih suka diarahkan, untuk menghindari tanggung jawab, untuk memperoleh rasa aman. Mereka hanya mempunyai sedikit ambisi.
Teori Y
·         Teori Y memandang secara berbeda. Teori ini memandang upaya fisik dan mental sebagai bagian yang penting dan alamiah (natural) dari aktivitas manusia. Teori Y mengasumsikan, orang akan melakukan control diri (self-control) dan mengarahkan dirinya sendiri (self-direction), jika mereka berkomitmen pada tujuan-tujuan pekerjaan mereka.
·         Bagi eksekutif media yang menerima Teori Y, pengembangan dan pemeliharaan lingkungan kerja yang memuaskan adalah sangat esensial, untuk meraih kinerja staf yang tinggi.

·         Teori Y muncul dari hasil karya Elton Mayo (1953) dan rekan-rekannya, dan sering disebut “pendekatan hubungan manusiawi” (human relations approach). Sudut pandang ini menekankan pentingnya peran proses sosial di tempat kerja.
·         Ia mengasumsikan bahwa karyawan ingin merasa berguna dan penting, dan bahwa menjadi bagian dari sebuah kelompok sosial itu punya arti signifikan. Selain itu, imbalan-imbalan yang bersifat non-finansial sering lebih penting ketimbang uang, dalam memotivasi karyawan untuk jangka panjang.

·         Banyak perilaku reporter di media cetak, copywriter di perusahaan periklanan, atau broadcaster di stasiun televisi, mencerminkan Teori Y. Mereka bicara tentang kegairahan dan tantangan dalam pekerjaan, tentang spirit yang mereka bagi dengan rekan-rekan kerja (termasuk atasannya), serta tentang standar mereka sendiri dan hasrat untuk melakukan pekerjaan secara baik.

·         Semua itu dipandang sebagai pendorong utama, yang memotivasi para karyawan. Mereka juga mencatat bahwa memenangkan sebuah penghargaan utama atau mendapat penugasan yang dipilihnya, sering terasa lebih berarti daripada sekadar kenaikan gaji.
·         Asumsi-asumsi teori Y :
  • Orang pada hakikatnya bukannya tidak suka bekerja. Kerja adalah bagian alamiah dari hidup mereka.
  • Orang secara internal termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan, terhadap mana mereka telah berkomitmen.
  • Orang berkomitmen terhadap tujuan-tujuan, sampai ke tahap di mana mereka menerima imbalan personal ketika mereka mencapai tujuan-tujuan itu.
  • Orang akan mencari dan menerima tanggung jawab di bawah kondisi-kondisi yang menguntungkan (favorable).
  • Orang memiliki kapasitas untuk menjadi inovatif, dalam memecahkan problem-problem organisasi.
  • Orang itu cemerlang, namun di bawah sebagian besar kondisi perusahaan, potensi mereka menjadi tidak termanfaatkan.
Teori Z
·         Pendekatan ketiga, yang diusulkan oleh William Ouchi (1981), muncul dari hasil observasi terhadap perbedaan-perbedaan, antara bekerja di perusahaan Jepang dan di perusahaan Amerika Serikat. Teori Z menganggap, rasa aman (security) secara khusus punya arti penting.

·         Dalam sistem manajemen Jepang, keamanan itu terjamin karena sebagian besar pekerja memiliki masa kerja seumur hidup (lifetime employment) di satu perusahaan. Organisasi gaya Jepang ini berkomitmen pada hubungan jangka panjang tersebut, dengan tinjauan kinerja secara reguler dan tegas, yang memberikan umpan-balik yang dituntut sebagian besar karyawan, agar bisa berfungsi efektif.

·         Teori Z juga menekankan perkembangan hubungan kepercayaan (trust relationship) antara pemimpin dan yang dipimpin. Penekanan itu didasarkan pada asumsi bahwa motivasi orang pertama-tama bersifat internal. Namun, perasaan-perasaan itu harus diperkuat oleh komitmen jelas terhadap karyawan dari pihak majikan/pimpinan.

·         Teori Z melihat pengambilan keputusan kolektif dan tanggung jawab kelompok memberikan dukungan sosial yang diperlukan bagi tercapainya kinerja puncak. Hal itu terjadi lewat penciptaan rasa aman, yang memungkinkan para karyawan membangkitkan ide-ide baru tanpa takut ditolak atau takut gagal.

Leadership behavior and styles
GAYA KEPEMIMPINAN 

·         Gaya Kepemimpinan Paternalistik
Tipe paternalistik adalah gaya kepemimpinan yang bersifat kebapakan. Pemimpin selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan dalam batas-batas kewajaran.

Ciri-ciri pemimpin penganut paternalistik antara lain:
  • Pemimpin bertindak sebagai seorang bapak.
  • Memperlakukan bawahan sebagai orang yang belum dewasa.
  • Selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan yang kadang-kadang berlebihan.
  • Keputusan ada di tangan pemimpin, bukan karena ingin bertindak secara otoriter, tetapi karena keinginan memberikan kemudahan kepada bawahan. Oleh karena itu para bawahan jarang bahkan sama sekali tidak memberikan saran kapada pimpinan, dan Pimpinan jarang bahkan tidak pernah meminta saran dari bawahan.
  • Pimpinan menganggap dirinya yang paling mengetahui segala macam persoalan. 

·         Gaya kepemimpinan Demokratis / Partisipatif
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Dalam gaya ini, besar peluang untuk melakukan pengembangan diri. Sehingga setiap orang yang dipimpin memiliki motivasi diri untuk berkembang.
  
Menurut Robbins dan Coulter (2002), gaya kepemimpinan demokratis mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan (p. 460). 

Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis (Sukanto, 1987, pp. 196-198):
  • Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari pemimpin.
  • Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat, dan jika dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.
  • Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.

·         Gaya Kepemimipinan Otoriter/Otokrasi (Authoritarian)
Kepemimpian otokrasi disebut juga kepemimpinan diktator atau direktif. Orang yang menganut pendekatan ini mengambil keputusan tanpa berkonsultasi dengan para karyawan yang harus melaksanakannya atau karyawan yang dipengaruhi keputusan tersebut (Fandi Tjiptono dan Anastasia Diana, 2000: 161).

Gaya kepemimpinan otoriter dalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada gaya kepemimpinan otokrasi ini, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya.
  
Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi.
 
Kepemimpinan otokrasi dapat dilihat dari ciri-cirinya antara lain :
  • Mengandalkan kepada kekuatan atau kekuasaan yang melekat pada dirinya.
  • Menganggap dirinya paling berkuasa.
  • Menganggap dirinya paling mengetahui segala persoalan, orang lain dianggap tidak tahu
  • Keputusan-keputusan yang diambil secara sepihak, tidak mengenal kompromi, sehingga ia tidak mau menerima saran dari bawahan, bahkan ia tidak memberi kesempatan kepada bawahan untuk meberikan saran, pendapat atau ide.
  • Keras dalam menghadapi prinsip.
  • Jauh dari bawahan
  • Lebih menyukai bawahan yang bersikap ABS (Asal Bapak Senang).
  • Perintah-perintah diberikan secara paksa.
  • Pengawasan dilakukan secara ketat agar perintah benar-benar dilaksanakan.

Recent Findings and Insights About Leadership
Terdapat 3 (tiga) tipe leader/pemimpin.
  1. ·         Kepemimpinan Transformasional
    Pemimpin dengan kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memiliki visi ke depan dan mampu mengidentifikasi perubahan lingkungan serta mampu mentransformasi perubahan tersebut ke dalam organisasi, memelopori perubahan dan memberikan motivasi dan inspirasi kepada individu-individu karyawan untuk kreatif dan inovatif, serta membangun team work yang solid, membawa pembaharuan dalam etos kerja kinerja manajemen, berani dan bertanggung jawab memimpin dan mengendalikan organisasi.


Prinsip Kepemimpinan Transformasional yang Sinergis


 

2.   Kepemimpinan Transaksional 

Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

Hubungan antara pemimpin transaksional dangan bawahan terjadi jika:
  • Mengetahui apa yang diinginkan bawahan dan berusaha menjelaskan bahwa mereka akan memperoleh apa yang diiginkan apabila kinerja mereka memenuhi harapan.
  • Memberikan / menukar usaha-usaha yang dilakukan bawahan dengan imbalan atau janji memperoleh imbalan.
  • Responsif terhadap kepentingan pribadi bawahan selain kepentingan pribadi itu sepadan dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan oleh bawahan.

Kepemimpinan transaksional menekankan pada transaksi atau pertukaran yang terjadi antar pemimpin, rekan kerja dan bawahannya. Pertukaran ini didasarkan pada diskusi pemimpin dengan pihak-pihak terkait untuk menentukan apa yang dibutuhkan dan bagaimana spesifikasi kondisi dan upah/hadiah jika bawahan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Prinsip dasar teori kepemimpinan transaksional adalah:
  • Kepemimpinan merupakan pertukaran sosial antara pemimpin dan para pengikutnya.
  • Pertukaran tersebut meliputi pemimpin dan pengikut serta situasi ketika terjadi pertukaran
  • Kepercayaan dan persepsi keadilan sangat esensial bagi hubungan pemimpin dan para pengikutnya.
  • Pengurangan ketidak pastian merupakan benefit penting yang disediakan oleh pemimpin.
  • Keuntungan dari pertukaran sosial sangat penting untuk mempertahankan suatu hubungan sosial.
Karakteristik kepemimpinan transaksional ditunjukkan dengan gambaran perilaku atasan sebagai berikut:
  • Imbalan Kontinjen (Contingency Reward). Pemimpin melakukan kesepakatan tentang hal-hal apa saja yang dilakukan oleh bawahan dan menjanjikan imbalan apa yang akan diperoleh bila hal tersebut dicapai.
  • Manajemen dengan eksepsi (Management by exception). Pada manajemen eksepsi pemimpin memantau deviasi dari standar yang telah ditetapkan dan melakukan tindakan perbaikan. Selain secara aktif, manajemen dengan eksepsi juga bisa dilakukan secara pasif.

·         3.  Kepemimpinan Kharismatik

Kepemimpinan Kharismatik adalah pemimpin yang dapat memberikan inspirasi, memotivasi, menarik perhatian para karyawannya melalui sifat-sifat kharismatik serta kemampuannya dalam rangka mencapai tujuan yang inginkan.

Pemimpin kharismatik menampilkan ciri-ciri sebagai berikut :
  • Memiliki visi yang amat kuat atau kesadaran tujuan yang jelas.
  • Mengkomunikasikan visi itu secara efektif.
  • Mendemontrasikan konsistensi dan fokus.
  • Mengetahui kekuatan-kekuatan sendiri dan memanfaatkannya.
    Karakteristik pemimpin yang kharismatik dijelaskan oleh Purwanto sebagai berikut :
  • Mempunyai daya penarik yang sangat besar, karena itu umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya juga besar.
  • Pengikutnya tidak dapat menjelaskan, mengapa mereka tertarik mengikuti dan menaati pemimpin itu.
  • Seolah-olah mempunyai kekuatan gaib.
  • Karisma yang dimiliki tidak bergantung pada umur, kekayaan, kesehatan, ataupun ketampanan si pemimpin.
Sementara itu, menurut Nurkolis mengungkapkan bahwa seorang pemimpin kharismatik mempunyai 7 (tujuh) karakteristik kunci, yaitu percaya diri, memiliki visi, memiliki kemampuan untuk mengartikulasikan visi, memiliki pendirian yang kuat terhadap visinya, memiliki perilaku yang berbeda dari kebiasaan orang, merasa sebagai agen pembaru dan sensitif terhadap lingkungan.
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai, sikap, dan perilaku serta gaya yang digunakan pemimpin.

Pemimpin kharismatik mempunyai kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan, percaya diri, serta pendirian dalam keyakinan dan cita-cita mereka sendiri. Suatu kebutuhan akan kekuasaan memotivasi pmimpin tersebut untuk mencoba mempengaruhi para pengikut. Rasa percaya diri dan pendirian yang kuat meningktkan rasa percaya para pengikut terhadap pertimbangan dan pendapat pemimpin tersebut. Seorang pemimpin tanpa pola ciri yang demikian lebih kecil kemungkinannya akan mencoba mempengaruhi orang. Dan jika berusaha mempengaruhi maka lebih kecil kemungkinan untuk berhasil.


 
Redesign by Syar'ie