Selasa, 27 November 2012

Withdrawal Behaviors (Perilaku Penarikan)


Withdrawal Behaviors (Perilaku Penarikan)
Perilaku penarikan adalah tindakan yang diambil seseorang ketika mereka secara fisik dan atau psikologis sudah mulai merasakan terlepas dari organisasi. Bentuk penarikan perilaku secara fisik seperti: absensi, keterlambatan, dan turnover. Ada juga perilaku penarikan psikologis. Ini termasuk: kepatuhan yang hanya bersifat pasif (passive compliance), usaha minimal saat melakukan pekerjaan (minimal effort on the job), dan kurangnya kreativitas dalam diri seseorang (lack of creativity). Penarikan Psikologis ini merupakan bentuk dari kemalasan atau kurangnya pemikiran intens pada pekerjaan (Pinder, 2008).

Physical Withdrawal Behaviours  ( Perilaku penarikan Secara Fisik )
Keterlambatan ( Lateness): keterlambatan yang berlebihan dapat menjadi bukti bahwa seorang karyawan ingin terlepas dari perusahaan. Hal ini terutama berlaku jika seseorang secara konsisten terlambat karena hal itu menunjukkan kurangnya motivasi untuk pergi bekerja tepat waktu (The Pennsylvania State University, Pelajaran 13, 2011).

  •  Ketidakhadiran (Absesteeism): Ketidakhadiran adalah perilaku penarikan yang dilakukan ketika ketika pekerja tidak datang untuk bekerja, biasanya untuk jangka waktu tertentu atau tidak datang kerja dalam beberapa hari (Cohen & Golan, 2007).
  •   Turnover: Perputaran terjadi ketika seorang karyawan meninggalkan sebuah organisasi (Rosse, 1988). Turnover secara sukarela gejalanya seperti keterlambatan dan ketidakhadiran (Rosse, 1988). dari perspektif organisasi, turnover memiliki efek baik menguntungkan dan berbahaya pada suatu organisasi (The Pennsylvania State University, 2011) Turnover dapat menghasilkan karyawan baru yang mungkin lebih termotivasi dan bersemangat untuk berhasil dan hasilnya dapat membantu perusahaan untuk sukses dibandingkan dengan seseorang yang telah kehilangan minat dan motivasi dalam perusahaan.


Psychological Withdrawal Behaviours  ( Perilaku Penarikan secara Psikologis )
  •     Presenteeism: presenteeism terjadi ketika seorang karyawan datang untuk bekerja tetapi bekerja dalam kapasitas terbatas  (Trotter, et al, 2009.). Hal ini dapat terjadi karena gangguan fisik, seperti sakit, atau karena tekanan mental atau psikologis (2009). Penarikan perilaku berkaitan terutama dengan presenteeism karena alasan psikologis. Contohnya, Seorang karyawan mungkin duduk di meja mereka dan menghabiskan waktu untuk browsing di internet bukannya menyelesaikan tugas kerja. Penurunan Produktivitas karena presenteeism lebih sulit untuk diidentifikasi dan diukur dari pada absensi (2009)
  •      Burnout: Burnout dapat berkembang ketika stres emosional atau lainnya menjadi tak tertahankan.. Burnout adalah penarikan psikologis yang terjadi ketika semua sumber daya pribadi seorang pekerja telah dikuras habis oleh suatu pekerjaan. Burnout didefinisikan sebagai respon yang berkepanjangan terhadap stresor emosional dan interpersonal yang kronis pada pekerjaan, dan didefinisikan oleh tiga dimensi kelelahan emosional, sinisme, dan inefficacy (Maslach, Shaufeli, & Leiter, 2001).


The withdrawal syndrome

·         Lateness
Keterlambatan terjadi ketika seorang karyawan tidak melaporkan untuk bekerja pada waktu yang telah ditentukan.
Kadang-kadang sulit untuk mengetahui apakah seorang karyawan memiliki alasan yang tepat ketika terlambat. Ketika karyawan terlambat karena alasan yang benar/tepat, mereka cenderung memberikan alasan yang sama untuk keterlambatan mereka yang condong ke arah penarikan dari perusahaan, contoh alasan bisa: lalu lintas, kecelakaan, atau masalah transportasi. Tipe – tipe dari lateness ini adalah :

- Avoidable lateness: karyawan menunjukkan keterlambatan ini karena mereka tidak bahagia terhadap pekerjaan mereka, dan melihat ada hal – hal lain yang mereka anggap lebih penting daripada pekerjaan mereka.
-Unavoidable lateness : keterlambatan yang tidak bisa dihindari. Penyebab dari keterlambatan ini biasanyan adalah sakit, transportasi, dan terjadi kecelakaan. (Blau,1994)
Increasing Chronic Lateness : job satisfication, job involvement, dan komitmen terhadap organisasi yang rendah akan mengakibatkan chronic lateness.

·         Absenteeism
Absenteeism didefinisikan sebagai ketidakhadiran di kantor tanpa izin. Mangkir merupakan kerugian dan gangguan yang sangat besar bagi pemberi kerja. Tingginya angka ketidakhadiran merugikan perusahaan karena perusahaan tetap mengeluarkan uang untuk membayar gaji pegawai, tetapi di sisi lain pegawai tidak memberikan kontribusi apapun pada saat absen. Dengan demikian, semakin banyak waktu absen yang diambil seorang pegawai, maka semakin berkurang produktivitas kerjanya.
Sagie(1998) membedakan antara dua tipe dasar Absenteeism yaitu: ketidakhadiran dengan kesengajaan (voluntary absences), yang biasanya di bawah kontrol langsung dari karyawan. dan ketidakhadiran tanpa kesengajaan (involuntary absences), yang biasanya di luar control karyawan seperti kecelakaan, sakit, dll
Beberapa penyebab absenteeism menurut Streers dan Rhodes adalah :
Situasi kerja seperti wilayah pekerjaan, level pekerjaan, penekanan terhadap kelompok, norma kelompok kerja, gaya pemimpin, hubungan antar karyawan, dan kesempatan untuk maju.
  •  Nilai-nilai karyawan dan harapan kerja
  •  Karakteristik personal meliputi pendidikan, pengalaman, umur, sex dan family size
  •   Kepuasan pada situasi kerja
  • Tekanan untuk hadir meliputi kondisi ekonomi dan pasar, sistem insentif, norma kelompok kerja, etika kerja personal dan komitmen organisasi.
  • Motivasi kehadiran
  •  Kemampuan untuk hadir meliputi sakit dan kecelakaan, tanggung jawab keluarga, dan problem transportasi.
  • Kehadiran karyawan.

·         Turnover
Perputaran karyawan adalah pengunduran diri secara permanen secara sukarela maupun tidak sukarela dari suatu organisasi. Menurut Mueller (2003: hal 2-5).
Menurut Harnoto (2002:2): “Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya.Indikasi-indikasi yang bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan.

1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.

2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.

3. Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.

4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya 
berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.

5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.

·         Burnout
Dalam teorinya Ivancevich dkk (2007), mengemukakan burnout adalah suatu proses psikologis yang dibawa oleh stress pekerjaan yang tidak terlepaskan, menghasilkan kelelalah emosi, perubahan kepribadian, dan perasaan penurunan pencapaian.
Menurut Maslach dalam Anbar dan Eker (2008) burnout mempunyai tiga dimensi yaitu 

  1.   Kelelahan emosional (emotional exhaustion)Ditandai dengan perasaan-perasaan bosan, depresi, frustasi, mudah tersinggung, perasaan tiada menolong, suka marah, gelisah, tertekan, dan berpandangan negative terhadap orang lain.
  2. Kelelahan mental (mental exhaustion / Depersonalization)Ditandai dengan sikap sinis, merasa tidak berharga, rasa benci, tidak peka terhadap orang lain ( rendahnya penghargaan diri dan depersonalisasi).
  3. Rendahnya penghargaan diri (low of personal accomplishment)Ditandai dengan adanya perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan dan kehidupan.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Bisa di jelalsa lebih rinci daftar pustakanya kak?

Posting Komentar

 
Redesign by Syar'ie