Withdrawal
Behaviors
(Perilaku Penarikan)
Perilaku
penarikan adalah tindakan yang diambil seseorang ketika mereka secara fisik dan
atau psikologis sudah mulai merasakan terlepas dari organisasi. Bentuk
penarikan perilaku secara fisik seperti: absensi, keterlambatan, dan turnover. Ada juga perilaku penarikan
psikologis. Ini termasuk: kepatuhan yang hanya bersifat pasif (passive compliance), usaha minimal
saat melakukan pekerjaan (minimal effort
on the job), dan kurangnya kreativitas dalam diri seseorang (lack of creativity). Penarikan Psikologis
ini merupakan bentuk dari kemalasan atau kurangnya pemikiran intens pada
pekerjaan (Pinder, 2008).
Physical Withdrawal
Behaviours (
Perilaku penarikan Secara
Fisik )
Keterlambatan
( Lateness): keterlambatan yang berlebihan
dapat menjadi bukti bahwa seorang karyawan ingin terlepas dari perusahaan. Hal
ini terutama berlaku jika seseorang secara konsisten terlambat karena hal itu
menunjukkan kurangnya motivasi untuk pergi bekerja tepat waktu (The
Pennsylvania State University, Pelajaran 13, 2011).
- Ketidakhadiran (Absesteeism): Ketidakhadiran adalah perilaku penarikan yang dilakukan ketika ketika pekerja tidak datang untuk bekerja, biasanya untuk jangka waktu tertentu atau tidak datang kerja dalam beberapa hari (Cohen & Golan, 2007).
- Turnover: Perputaran terjadi ketika seorang karyawan meninggalkan sebuah organisasi (Rosse, 1988). Turnover secara sukarela gejalanya seperti keterlambatan dan ketidakhadiran (Rosse, 1988). dari perspektif organisasi, turnover memiliki efek baik menguntungkan dan berbahaya pada suatu organisasi (The Pennsylvania State University, 2011) Turnover dapat menghasilkan karyawan baru yang mungkin lebih termotivasi dan bersemangat untuk berhasil dan hasilnya dapat membantu perusahaan untuk sukses dibandingkan dengan seseorang yang telah kehilangan minat dan motivasi dalam perusahaan.
Psychological Withdrawal
Behaviours ( Perilaku Penarikan secara
Psikologis )
- Presenteeism: presenteeism terjadi ketika seorang karyawan datang untuk bekerja tetapi bekerja dalam kapasitas terbatas (Trotter, et al, 2009.). Hal ini dapat terjadi karena gangguan fisik, seperti sakit, atau karena tekanan mental atau psikologis (2009). Penarikan perilaku berkaitan terutama dengan presenteeism karena alasan psikologis. Contohnya, Seorang karyawan mungkin duduk di meja mereka dan menghabiskan waktu untuk browsing di internet bukannya menyelesaikan tugas kerja. Penurunan Produktivitas karena presenteeism lebih sulit untuk diidentifikasi dan diukur dari pada absensi (2009)
- Burnout: Burnout dapat berkembang ketika stres emosional atau lainnya menjadi tak tertahankan.. Burnout adalah penarikan psikologis yang terjadi ketika semua sumber daya pribadi seorang pekerja telah dikuras habis oleh suatu pekerjaan. Burnout didefinisikan sebagai respon yang berkepanjangan terhadap stresor emosional dan interpersonal yang kronis pada pekerjaan, dan didefinisikan oleh tiga dimensi kelelahan emosional, sinisme, dan inefficacy (Maslach, Shaufeli, & Leiter, 2001).
The
withdrawal syndrome
·
Lateness
Keterlambatan
terjadi ketika seorang karyawan tidak melaporkan untuk bekerja pada waktu yang
telah ditentukan.
Kadang-kadang
sulit untuk mengetahui apakah seorang karyawan memiliki alasan yang tepat
ketika terlambat. Ketika karyawan terlambat karena alasan yang benar/tepat,
mereka cenderung memberikan alasan yang sama untuk keterlambatan mereka yang
condong ke arah penarikan dari perusahaan, contoh alasan bisa: lalu lintas,
kecelakaan, atau masalah transportasi. Tipe – tipe dari lateness ini adalah :
- Avoidable lateness: karyawan menunjukkan
keterlambatan ini karena mereka tidak bahagia terhadap pekerjaan mereka, dan
melihat ada hal – hal lain yang mereka anggap lebih penting daripada pekerjaan
mereka.
-Unavoidable lateness : keterlambatan
yang tidak bisa dihindari. Penyebab dari keterlambatan ini biasanyan adalah
sakit, transportasi, dan terjadi kecelakaan. (Blau,1994)
- Increasing Chronic Lateness :
job satisfication, job involvement, dan komitmen terhadap organisasi yang
rendah akan mengakibatkan chronic lateness.
·
Absenteeism
Absenteeism didefinisikan sebagai ketidakhadiran di
kantor tanpa izin. Mangkir merupakan kerugian dan gangguan yang sangat besar
bagi pemberi kerja. Tingginya angka ketidakhadiran merugikan perusahaan karena
perusahaan tetap mengeluarkan uang untuk membayar gaji pegawai, tetapi di sisi
lain pegawai tidak memberikan kontribusi apapun pada saat absen. Dengan
demikian, semakin banyak waktu absen yang diambil seorang pegawai, maka semakin
berkurang produktivitas kerjanya.
Sagie(1998)
membedakan antara dua tipe dasar Absenteeism yaitu: ketidakhadiran dengan
kesengajaan (voluntary absences),
yang biasanya di bawah kontrol langsung dari karyawan. dan ketidakhadiran tanpa
kesengajaan (involuntary absences),
yang biasanya di luar control karyawan seperti kecelakaan, sakit, dll
Beberapa
penyebab absenteeism menurut Streers dan Rhodes adalah :
Situasi
kerja seperti wilayah pekerjaan, level pekerjaan, penekanan terhadap kelompok,
norma kelompok kerja, gaya pemimpin, hubungan antar karyawan, dan kesempatan
untuk maju.
- Nilai-nilai karyawan dan harapan kerja
- Karakteristik personal meliputi pendidikan, pengalaman, umur, sex dan family size
- Kepuasan pada situasi kerja
- Tekanan untuk hadir meliputi kondisi ekonomi dan pasar, sistem insentif, norma kelompok kerja, etika kerja personal dan komitmen organisasi.
- Motivasi kehadiran
- Kemampuan untuk hadir meliputi sakit dan kecelakaan, tanggung jawab keluarga, dan problem transportasi.
- Kehadiran karyawan.
·
Turnover
Perputaran
karyawan adalah pengunduran diri secara permanen secara sukarela maupun tidak
sukarela dari suatu organisasi. Menurut Mueller (2003: hal 2-5).
Menurut
Harnoto (2002:2): “Turnover intentions
ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain:
absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar
tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun
keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat
berbeda dari biasanya.Indikasi-indikasi yang bisa digunakan sebagai acuan untuk
memprediksikan turnover intentions
karyawan dalam sebuah perusahaan.
1.
Absensi yang meningkat
Karyawan
yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi
yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat
kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2.
Mulai malas bekerja
Karyawan
yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena
orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih
mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan.
3.
Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja
Berbagai
pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan
karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan
tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk
pelanggaran lainnya.
4.
Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan
yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes
terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang
ditekankan biasanya
berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak
sependapat dengan keinginan karyawan.
5.
Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya
hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini
mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika
perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru
menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
·
Burnout
Dalam
teorinya Ivancevich dkk (2007), mengemukakan burnout adalah suatu proses
psikologis yang dibawa oleh stress pekerjaan yang tidak terlepaskan,
menghasilkan kelelalah emosi, perubahan kepribadian, dan perasaan penurunan
pencapaian.
Menurut
Maslach dalam Anbar dan Eker (2008) burnout mempunyai tiga dimensi yaitu
- Kelelahan emosional (emotional exhaustion)Ditandai dengan perasaan-perasaan bosan, depresi, frustasi, mudah tersinggung, perasaan tiada menolong, suka marah, gelisah, tertekan, dan berpandangan negative terhadap orang lain.
- Kelelahan mental (mental exhaustion / Depersonalization)Ditandai dengan sikap sinis, merasa tidak berharga, rasa benci, tidak peka terhadap orang lain ( rendahnya penghargaan diri dan depersonalisasi).
- Rendahnya penghargaan diri (low of personal accomplishment)Ditandai dengan adanya perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan dan kehidupan.